Friday, April 18, 2014

COPD : Efek Peradangan Sistemik Pada PPOK Terhadap Sistem Kardiovaskular


Ismir Fahri*, Dianiati KS**, Faisal Yunus**
* Departemen Ilmu Penyakit Jantung dan Kedokteran Vaskular FKUI,
Jakarta
** Departemen Pulmonologi dan Ilmu Kedokteran Respirasi FKUI-SMF Paru
RSUP Persahabatan, Jakarta

PENDAHULUAN
Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) adalah kondisi penyakit yang
dapat dicegah dan diobati dengan karakteristik berupa keterbatasan aliran
udara yang tidak sepenuhnya reversibel. Keterbatasan aliran udara bersifat
progresif dan berkaitan dengan reaksi peradangan paru terhadap partikel
atau gas berbahaya, terutama disebabkan oleh asap rokok. Penyakit Paru
Obstruktif Kronik tidak hanya mempengaruhi kondisi paru tetapi juga memiliki
akibat sistemik yang penting. Diagnosis PPOK harus dipertimbangkan jika
pasien mempunyai gejala batuk, sputum yang produktif atau sesak napas
dan riwayat terpajan faktor risiko. Diagnosis membutuhkan pemeriksaan
spirometri dengan didapatkannya volume ekspirasi paksa detik pertama
(VEP1)/Kapasitas vital paksa (KVP) <0,7 yang menunjukkan ada pembatasan
aliran udara yang tidak reversibel sepenuhnya.1
Penyakit Paru Obstruktif Kronik merupakan keadaan yang ditandai
dengan kelemahan kemampuan untuk bernapas, mereka yang menderita
PPOK akan menanggung akibat dari kurangnya oksigen. Penurunan kadar
oksigen dalam sirkulasi dan jaringan tubuh, menempatkan pasien pada risiko
tinggi terhadap beberapa kondisi serius lainnya. Akhir-akhir ini PPOK
diketahui juga memiliki efek sistemik dengan manifestasi ekstraparu.
Komplikasi sistemik PPOK terdiri dari peradangan sistemik, penurunan berat
badan, gangguan muskuloskeletal, gangguan kardiovaskular, gangguan
hematologi, neurologi dan psikiatri.2
Penelitan epidemiologi menunjukkan penurunan fungsi paru pada
subjek PPOK dan terkait dengan angka kesakitan dan kematian. Mekanisme
yang mendasari manifestasi sistemik pada PPOK menjadi hal yang menarik,
karena manifestasi sistemik banyak terkait dengan angka kesakitan dan
kematian pasien PPOK.3 Penilaian dan penatalaksanaan yang tepat terhadap
komplikasi sistemik pada PPOK menjadi sangat penting dalam
mengembangkan penatalaksanaan lanjutan dan hasil yang lebih baik pada
2
pasien PPOK. Dari beberapa komplikasi peradangan sistemik pada pasien
PPOK diketahui angka kesakitan dan kematian terkait dengan komplikasi
kardiovaskular cukup tinggi, kejadian kardiovaskular merupakan alasan
utama pasien dirawat (sekitar 50% dari semua perawatan), sebagai
penyebab kedua kematian (sekitar 20-25% ) pada subjek dengan PPOK
ringan sampai sedang dikutip dari 1, maka tinjauan pustaka ini membahas efek
peradangan sistemik PPOK terhadap sistem kardiovaskular.
RESPONS PERADANGAN SISTEMIK PADA PPOK
Respons peradangan sistemik ditandai dengan ada mobilisasi dan
aktivasi sel inflamasi dalam sirkulasi, produksi protein fase akut dan
peningkatan mediator radang. Stress oksidatif dari radikal bebas memicu
disfungsi endotel dengan mengurangi vasodilatasi, pertumbuhan sel endotel
dan meningkatkan pembentukan serta robekan plak pada dinding pembuluh
darah.4 Efek peradangan sistemik pada PPOK dapat dilihat pada gambar 1.
Gambar 1. Efek peradangan sistemik pada PPOK
Dikutip dari (5)
3
RESPONS FASE AKUT
Respons fase akut merupakan kunci dan komponen sistemik awal dari
timbulnya respons imun. C-reactive protein (CRP) adalah penanda biologi
yang kuat dari respons fase akut dan terkait dengan peningkatan risiko
penyakit jantung koroner (PJK) dan komplikasinya seperti infark miokard
akut, angina tidak stabil serta kejadian akut lainnya.6 Masuknya leukosit ke
dalam dinding pembuluh darah, dan pengambilan kolesterol low density
lipoprotein (LDL) oleh makrofag dan menimbulkan ketidakstabilan ateroma
pembuluh darah.6 Sin dan Man dikutip dari 7 melakukan penelitian kohort
(NHANES II), subjek dengan obstruksi aliran udara berat mengalami
peningkatan kadar CRP sebanyak 2,74 kali. Peningkatan kadar CRP pada
subjek dengan PPOK diperkirakan terkait langsung dengan kondisi PPOK
dan peradangan sistemik atau sebagai akibat dari PJK dan kebiasaan
merokok.7
Pinto-Plata dkk dikutip dari 8 menunjukkan ada peningkatan kadar CRP
pada subjek PPOK tanpa klinis PJK dan independen dari kebiasaan
merokok, serta berkurang pada pasien yang menggunakan kortikosteroid
inhalasi. Pengaruh terapi antiinflamasi lokal terhadap CRP dalam sirkulasi
didukung oleh penelitian Sin dkk dikutip dari 9 yang melaporkan penghentian
kortikosteroid inhalasi menghasilkan peningkatan kadar CRP pada subjek
dengan PPOK. Peningkatan kadar CRP dalam sirkulasi pada PPOK terkait
dengan mediator seperti interleukin (IL)-6 yang merupakan pengatur sitokin
utama dalam produksi CRP oleh sel hati. Kadar CRP juga meningkat pada
eksaserbasi PPOK. Sejak CRP digunakan sebagai penanda peradangan
sistemik dan terkait dengan beratnya penyakit kardiovaskular, diduga
peradangan sistemik memiliki peran utama dalam hubungan PPOK dengan
penyakit jantung iskemik.10
Protein fase akut lainnya seperti fibrinogen juga mengalami
peningkatan pada subjek PPOK dengan gejala bronkitis kronik (laki-laki 3,7
vs 3,35 g/l p 0,001; perempuan 3.64 vs 3,44 g/l p 0.001) dibandingkan pada
subjek tanpa gejala bronkitis kronik.11 Pada laki-laki dengan gejala bronkitis
kronik rerata kadar fibrinogen meningkat sebesar 11% sedangkan pada
perempuan meningkat sebesar 6%. Wedzicha dkk dikutip dari 12 menunjukkan
selama eksasebasi PPOK kadar fibrinogen plasma mengalami peningkatan
dan diperkirakan sebagai dasar terjadinya gangguan hemostasis maupun
trombosis serta meningkatkan kejadian kardiovaskular lanjut. Fowkes dkk
dikutip dari 13 memperlihatkan ada peningkatan D-dimer (produk penghancuran
fibrin) pada subjek dengan PPOK.
Hurst dkk dikutip dari 14 mencari 36 penanda biologi pada subjek dengan
eksaserbasi PPOK dan memperlihatkan bahwa konsentrasi CRP plasma
berguna dalam menentukan eksaserbasi PPOK, namun tidak
menggambarkan beratnya derajat PPOK. Penelitian ini juga menunjukkan
4
kaitan antara peradangan saluran napas bagian bawah dengan peradangan
sistemik serta kolonisasi saluran napas bagian bawah dengan kadar CRP,
sehingga diduga terdapat hubungan antara kolonisasi mikrobakteri atau
infeksi dengan saluran napas dan peradangan sistemik. Joppa dkk dikutip dari 15
memperlihatkan kadar CRP yang lebih tinggi pada subjek PPOK dengan
hipertensi paru (median 3,6 vs 1,8 mg/L p = 0,034), diperkirakan ada peran
peradangan sistemik yang ringan dalam patogenesis hipertensi paru pada
PPOK.
RESPONS SUMSUM TULANG
Bagian integral dari peradangan sistemik adalah perangsangan sistem
hematopoetik terutama pada sumsum tulang yang menghasilkan pelepasan
leukosit dan trombosit ke dalam aliran darah. Besaran leukosit berperan
sebagai peramal kematian yang independen terhadap rokok pada penelitian
dengan populasi besar. Kebiasaan merokok kronik meningkatkan jumlah
leukosit dalam darah termasuk neutrofil muda dengan kadar
mieloperoksidase serta 1-antitripsin yang tinggi, zat ini merupakan
penghambat alami protease serin dan bertanggung jawab terhadap
kerusakan dinding alveolar.10
Terashima dkk dikutip dari 16 mengunakan teknik khusus untuk melacak
sel leukosit dan menunjukkan bahwa merokok dapat merangsang sumsum
tulang melepaskan neutrofil muda yang banyak berada di kapiler paru. Lebih
jauh lagi penelitian ini menunjukkan bahwa monosit dilepaskan dari sumsum
tulang lebih dini dan cepat daripada neutrofil. Pelepasan monosit dari
sumsum tulang ini dipicu peradangan di paru.17 Monosit yang dilepaskan
berada di daerah peradangan dan berpindah ke rongga udara mengikuti
proses pematangan intravaskular.17 Monosit merupakan sumber makrofag
alveolus dan berakumulasi sebagai respons terhadap rokok.18 Makrofag ini
akan aktif langsung bila ada rokok dan menghasilkan monocyte
chemoattractant protein-1 (MCP-1) suatu kemokin yang diperkirakan
berperan penting dalam mempertahankan peradangan konik paru pada
pasien PPOK.18
MEDIATOR PERADANGAN SIRKULASI
Pasien PPOK memiliki nilai batas bawah dari beberapa penanda
proinflamasi yang tinggi. Peningkatan kadar tumor necrotizing factor (TNF) α
dan reseptornya (TNFR-55 dan TNFR-75) yang berhubungan dengan
aktivasi leukosit dan penurunan berat badan pada pasien PPOK.19
Peningkatan kadar IL-6 dan IL-8 terjadi selama eksaserbasi.20 Penelitian lain
5
memperlihatkan peningkatan kadar IL-6 dan IL-1β pada perokok kronik tanpa
PPOK.21 Sitokin ini bertanggungjawab terhadap respons sumsum tulang yang
dipicu peradangan paru pada PPOK. Interleukin-8 (IL-8), faktor pertumbuhan
hemopoetik granulocyte colony-stimulating factor (G-CSF) dan IL-6 masingmasing
dapat merangsang sumsum tulang dan diperkirakan berperan
sebagai mediator respons sumsum tulang pada pasien PPOK.22
Interleukin-6 adalah mediator yang penting pada respons fase akut
dan sebagai perangsang potensial sumsum tulang dalam melepaskan
leukosit dan trombosit dan merupakan sitokin proinflamasi yang berperan
dalam pelepasan neutrofil dan monosit dari sumsum tulang akibat
peradangan paru.23 Peran utama IL-8 adalah menggeser neutrofil dari
pembuluh darah ke dalam sumsum tulang dan kemokin ini juga melepaskan
neutrofil muda ke dalam sirkulasi. Sel mieloid ini berperan penting dalam
mengatur reaksi peradangan pada paru dan pembuluh darah. Neutrofil
dilepaskan dari sumsum tulang oleh IL-6 dan G-CSF sedikit mengalami
perubahan bentuk serta banyak berada pada pembuluh darah kecil dan
dapat menimbulkan peradangan yang jauh dari lokasi peradangan di paru.24
Granulocyte macrophage colony-stimulating factor (GM-CSF) merupakan
faktor pertumbuhan hemopoetik yang merangsang perubahan dan pelepasan
granulosit serta monosit dari sumsum tulang. Granulocyte macrophage
colony-stimulating factor (GM-CSF) mengaktifkan leukosit juga
memperpanjang ketahanan hidup sel ini dalam sirkulasi dan berperan
sebagai faktor degranulasi yang meningkatkan kerusakan jaringan oleh
granulosit.25
Interleukin-1β adalah sitokin reaksi akut yang meningkatkan produksi
sitokin-sitokin oleh banyak sel, merangsang hematopoesis, mengaktifkan sel
endotel, yang pirogenik dan memicu respons fase akut. Sitokin TNFα dan
IL-1 bersama IL-6 bertanggungjawab terhadap aktivasi respons fase akut.
Reaksi ini menghasilkan CRP, fibrinogen dan faktor koagulasi lainnya yang
terkait dengan kejadian tromboemboli dan kardiovaskular.26 Granulocyte
macrophage colony-stimulating factor (GM-CSF), IL-1β dan IL-6 memiliki
kemampuan untuk menghasilkan reaksi peradangan sistemik dengan ada
peningkatan leukosit, trombosit dan protein-protein proinflamasi dan
protrombotik dalam sirkulasi. Mereka juga berperan dalam mengaktivkan
peredaran leukosit dan endotelium pembuluh darah yang memicu perlekatan
leukosit-endotelium dan migrasinya. Terdapat beberapa laporan yang
menunjukkan peningkatan kadar sitokin proinflamasi pada PPOK dan
diimbangi oleh meningkatnya pengaturan dari mediator anti peradangan
seperti IL-1R dan IL-10 sehingga diperkirakan PPOK menghasilkan reaksi
proinflamasi.27
6
HUBUNGAN PARU DAN PERADANGAN SISTEMIK
Beberapa hewan percobaan dan model invitro menunjukkan
peradangan paru dapat berkembang menjadi peradangan sistemik. Pada
model kelinci, Terashima dkk dikutip dari 28 menunjukkan peradangan paru akibat
polusi udara merangsang sumsum tulang melepaskan leukosit dan kondisi
trombosis. Besarnya peran sumsum tulang berkaitan dengan jumlah partikel
yang fagosit oleh makrofag alveolus.28 Bila dipicu oleh rokok maka makrofag
alveolus akan mengeluarkan TNFα, IL-1, IL-6, IL-8 dan GM-CSF dan G-CSF,
yang dapat merangsang proliferasi dan pelepasan leukosit polimorfonuklear
dan monosit dari sumsum tulang.16
Merokok juga merangsang pelepasan IL-1, IL-8, G-CSF dan MCP-1
dari sel epitel bronkus melalui jalur oksidatif yang menunjukkan ada kaskade
mediator radang epitel saluran napas pada PPOK. Sebagai tambahan, sel
epitel saluran napas pada perokok dengan PPOK melepaskan lebih banyak
TGF-β1 dibandingkan yang tidak merokok dan selanjutnya mengatur
perubahan bentuk serta fibrosis saluran napas.29 Secara keseluruhan data
penelitian ini mengindikasikan makrofag alveolus dan epitel bronkus berperan
penting dalam mengolah gas berbahaya dan partikel udara. Banyak mediator
yang dihasilkan merupakan bagian dari reaksi sistemik pada PPOK dan
diperkirakan mediator ini masuk ke dalam sirkulasi dan memicu reaksi
peradangan sistemik. Data penelitian menunjukkan hubungan antara
peradangan sistemik dipicu oleh pengaruh partikel polusi udara pada paru
dan perkembangan aterosklerosis. Suwa dkk dikutip dari 30 menunjukkan kelinci
yang tinggi lemak mengalami aterosekloris setelah terpajan partikel
berbahaya dan menunjukkan reaksi peradangan sistemik. Reaksi
peradangan berhubungan dengan perkembangan aterosklerosis. Pada
kenyataannya luas aterosklerosis sesuai dengan konsentrasi makrofag
alveolus yang mengandung partikel ini.30 Hubungan peradangan lokal dan
sistemik pada PPOK dapat dilihat pada gambar 2.
Sebagai tambahan dengan terjadinya peradangan saluran napas sel
endotel menjadi aktif dengan meningkakan pengaturan intracellular adhesion
molecule-1 (ICAM-1) dan vascular cell adhesion molecule-1 (VCAM-1) di
permukaaan plak aterosklerotik. Reseptor perlekatan ini sangat penting
dalam menarik leukosit seperti monosit dan limfosit ke dalam plak
aterosklerotik dikutip dari 31, sehingga diyakini bahwa peradangan saluran napas
karena polusi udara dan rokok dapat memicu peradangan sistemik melalui
aktivasi makrofag alveolus dan sel epitel bronkus dapat mempengaruhi
kondisi penyakit yang sudah ada di tempat lain seperti pembuluh darah.
Peradangan sisitemik pada PPOK sesuai dengan patogenesis
komplikasi terkait, namun belum ada penanda biologi dalam plasma yang
dapat digunakan secara rutin dalam praktik klinik. Pada tingkat populasi CRP
dan IL-6 serta fibrinogen plasma meramalkan angka kesakitan dan kematian
7
pada pasien PPOK, namun karena penanda ini paling banyak dihasilkan oleh
sel hati dan bukan di paru maka penanda ini kurang spesifik pada proses
paru. Penelitian lebih lanjut untuk mendapatkan penanda yang spesifik
terjadinya peradangan paru perlu dilakukan untuk menentukan
perkembangan penyakit PPOK.10
Gambar 2. Peradangan lokal dan sistemik pada PPOK
Dikutip dari (10)
HUBUNGAN PERADANGAN SISTEMIK PADA PPOK DAN PENYAKIT
KARDIOVASKULAR
Penelitan epidemiologi menunjukkan penurunan fungsi paru pada
subjek PPOK dan terkait dengan angka kesakitan dan kematian, bahkan
dengan memasukkan riwayat merokok. Penelitian Lung Health melaporkan
penurunan 10% fungsi paru (VEP1) pada pasien PPOK terkait dengan
peningkatan risiko kematian penyakit kardiovaskular sebesar 30% yang
terdiri dari aritmia, gagal jantung dan stroke dikutip dari 32 serta penyakit
kardiopulmoner seperti penyakit tromboemboli (termasuk risiko emboli paru
dan trombosis vena dalam (DVT)) serta kematian mendadak. Pada penelitian
Lung Health dikutip dari 33 kejadian kardiovaskular diperkirakan 42% pada
perwatan pertama dan 48% pada perawatan kedua dan berbeda dengan
perawatan karena infeksi saluran napas bawah yang hanya sekitar 15%.
Setiap penurunan VEP1 10% semua penyebab kematian akan meningkat
sebesar 14 %, kematian karena kardiovaskular sebesar 28% dan kejadian
koroner akut nonfatal sebesar 20%.10
8
Pada penelitian klinik Towards a Revolution in COPD Health
(TORCH), 27% kematian pada subjek dengan PPOK sedang sampai berat
(VEP1 < 60%) terkait langsung dengan kejadian kardiovaskular.34 Diduga
kejadian kardiovaskular menjadi penyebab terbanyak kematian pada pasien
PPOK bahkan pada kondisi PPOK yang sedang sampai berat. Penelitian ini
menunjukkan penurunan fungsi paru (VEP1/KVP < 70%) merupakan faktor
risiko untuk kejadian kardiovaskular. Bahkan pada penurunan fungsi paru
yang relatif kecil (VEP1 turun 10%) terjadi peningkatan risiko aritmia, kejadian
koroner akut dan kematian kardiovaskular sebanyak dua kali lipat dan
terbebas dari akibat merokok.10 Beberapa penelitian yang menunjukkan
hubungan antara fungsi paru dengan angka kematian dan kesakitan penyakit
kardiovaskular dapat dilihat pada tabel 1.
Tabel 1. Hubungan fungsi paru dengan angka kematian dan kesakitan penyakit
kardiovaskular
Rujukan Penelitian Risiko kardiovaskular
Sin dkk, 2005
Beaty dkk, 1995
Higgins dkk, 1970
Speizer dkk, 1989
Schunemann dkk,
2000
Sin dkk, 2005
Hole dkk, 1996
Engstrom dkk,2000
Tockman dkk, 1995
Sin dkk, 2003
Engstrom dkk,2001
Jousilahti dkk,1996
Wise dkk, 2006
NHANES I
Honolulu Heart
Program
Tecumsech cohort
study
Harvard six city study
Buffalo cohort study
Metaanalysis-80.000
subject
Renfrew and Paisley
cohort
“Men born in 1914”
study
Baltimore Longitudinal
study of aging
NHANES II
“Men born in 1914”
study
Population base study
TORCH study
VEP1 rendah risiko penyakit kardovaskular; RR =
5,6 untuk penyakit jantung iskemik.
VEP1 rendah dengan RR = 1,93 terhadap mortaliti
KV
VEP1<2L dengan RR = 5,03 terhadap mortaliti KV
VEP1 rendah dengan RR = 2,7 (wanita) RR = 1,4
(laki-laki) terhadap mortaliti KV
VEP1 rendah dengan RR = 1,9 (wanita) RR = 2,1
(laki-laki) terhadap mortaliti KV
RR = 1,75 untuk mortaliti KV pada subjek dengan
VEP1 rendah
AR untuk VEP1 rendah pada wanita 24% dan 26%
pada laki-laki
Penurunan yang cepat VEP1 meningkatkan
mortaliti KV
Pada yang tidak merokok, penurunan yang cepat
VEP1 meningkatkan mortaliti KV
Rasio VEP1/KVP <70% terhadap risiko perubahan
EKG infark miokard sbesar 2,1
Rasio VEP1/KVP <70% dengan RR = 1,7 kejadian
koroner
Rerata batuk kronik – meningkatkan risiko
kematian koroner 50%
VEP1< 60%, mortaliti KV 27% dalam 3 tahun
Keterangan : KV = kardiovaskular
Dikutip dari (10)
9
MEKANISME PERADANGAN SISTEMIK DAN ATEROSKLEROSIS
Patogenesis aterosklerosis merupakan hal yang kompleks dan
multifaktor. Peradangan sistemik ringan penting dalam memulai
pembentukan plak dan perkembangan penyakit aterosklerosis. Beberapa
penelitian epidemiologi berkaitan dengan peradangan sistemik terkait dengan
luasnya aterosklerosis, penyakit jantung iskemik, stroke dan kematian
koroner.10 Langkah penting dalam memulai plak aterosklerotik adalah aktivasi
endotelium pembuluh darah.15 Kondisi peradangan seperti diabetes, PPOK
atau kegemukan menyebabkan endotelium banyak mengekpresikan molekul
perlekatan permukaan seperti VCAM-1 yang memungkinkan sel darah putih
yang beredar menempel pada permukaan endotel yang teraktivasi memicu
semua rangkaian reaksi peradangan pada dinding pembuluh darah.10
Gambar 3. Mekanisme peradangan sistemik pada PPOK terhadap sistem kardiovaskular
Dikutip dari (14)
Beberapa molekul seperti CRP dapat meningkatkan proses
peradangan. C-reactive protein (CRP) dapat meningkatkan pengaturan
produksi sitokin peradangan, mengaktifkan sistem komplemen, meningkatkan
ambilan LDL oleh makrofag dan membantu perlekatan leukosit pada
endotelium pembuluh darah sehingga memperluas reaksi peradangan di
dinding pembuluh darah. C-reactive protein (CRP) juga berinteraksi dengan
sel endotel dan merangsang produksi IL-6, MCP-1 dan endotelin-1, yang
mengubah fungsi endotelium pembuluh darah. Penelitian Framingham
menunjukkan kadar CRP <1, 1 sampai 3, dan 3 mg/L terkait dengan kejadian
kardiovaskular ringan, sedang dan berat.35 Protein fase akut lain seperti
fibrinogen juga meramalkan kejadian kardiovaskular. Gan dkk dikutip dari 4
10
perbedaan rerata baku kadar CRP pada pasien PPOK dengan kelompok
kontrol sebesar 1,86 mg/L sedangkan untuk fibrinogen sebesar 0,37 g/L.
Peradangan sistemik pada kondisi peradangan kronik lainnya juga
meningkatkan risiko kesakitan dan kematian kardiovaskular.10
Mekanisme PPOK dan pengaruhnya pada sistem kardiovaskular tidak
diketahui secara pasti, tetapi reaksi peradangan sistemik ringan terkait PPOK
berperan dalam penyakit kardiovaskular aterotrombotik pada pasien ini.
Diduga bahwa PPOK terkait dengan peradangan saluran napas dan paru
yang menyebabkan pelepasan mediator proinflamasi seperti protein fase
akut, sitokin dan kemokin dalam aliran darah secara langsung maupun tidak
langsung. Mediator-mediator ini menimbulkan kondisi peradangan sistemik
yang menetap dan meningkatkan kemampuan koagulasi serta mengaktifkan
endotelium pembuluh darah yang menyebabkan peradangan pembuluh
darah, pembentukan plak, ketidakstabilan plak dan robekan plak.
Peradangan sistemik yang ringan ini juga merangsang sumsum tulang
melepaskan leukosit, monosit dan trombosit yang berperan dalam
peradangan pembuluh darah.10 Gambar 3 menunjukkan jalur potensial
peradangan sistemik pada PPOK dapat mengaktifkan pembuluh darah
sehingga terjadi aktivasi dan disfungsi endotel serta ketidakstabilan plak
aterosklerosis yang dapat menimbulkan kejadian seperti sindrom koroner
akut dan stroke.
KESIMPULAN
1. PPOK merupakan penyakit kronik jaringan paru dan perluasan reaksi
peradangan terkait dengan beratnya penyakit dan juga terkait dengan
respons peradangan sistemik.
2. Respons sistemik ditandai dengan aktivasi respons fase akut dan
pelepasan mediator radang dalam sirkulasi, perangsangan sumsum
tulang dalam melepaskan leukosit dan trombosit.
3. Komplikasi kardiovaskular pada PPOK berupa disfungsi ventrikel,
disritmia, aterosklerosis atau PJK.
4. Patogenesis dan perkembangan respons peradangan sistemik pada
PPOK terhadap penyakit kardiovaskular terkait banyak faktor dan masih
belum jelas sehingga memerlukan penelitian lebih lanjut.
11
DAFTAR PUSTAKA
1. Roisin RR, Rabe KF, Anzueto A, Bourbeau J, Calverley P, Casas A et al. Global
initiative for chronic obstructive lung disease. Medical communications resources;
2008.p. 1-32.
2. Khader A. Systemic effect in COPD. Pulmon 2007; 9(1):1-3.
3. Sin DD, Anthonisen NR, Soriano JB, Agusti AG. Mortality in COPD: role of
comorbidities. Eur Respir J 2006;28:1245-57.
4. Sin DD, Man SF, Tkac J. Therapeutic advances in respiratory disease: systemic
conequnces of COPD. SAGE 2007;1:47-59.
5. Man SF, Gan WQ. Systemic effects and mortality in chronic obstructive pulmonary
disease. BC Med J 2008;50(3):148-51
6. Torres JL, Ridker PM. Clinical use of high sensitivity C-reactive protein for the
prediction of adverse cardiovascular events. Curr Opin Cardiol 2003;18: 471-8.
7. Sin DD, Man SF. Why are patients with chronic obstructive pulmonary disease at
increased risk of cardiovascular diseases? The potential role of systemic inflammation
in chronic obstructive pulmonary disease. Circulation 2003;107:1514-9.
8. Pinto-Plata VM, Mullerova H, Toso JF, Feudjo-Tepie M, Soriano JB, Vessey RS, et al.
C-reactive protein in patients with COPD, control smokers and non-smokers. Thorax
2006;61:23-8.
9. Sin DD, Lacy P, York E. Effects of fluticasone on systematic markers of inflammation in
chronic obstructive pulmonary disease. Am J Respir Crit Care Med 2004;170:760-5.
10. Sin DD, Eden SF, Chronic obstructive pulmonary disease: a chronic systemic
inflammatory disease. Respiration 2008;75:224-38
11. Jousilahti P, Salomaa V, Rasi V, Vahtera. Symptoms of chronic bronchitis, haemostatic
factors, and coronary heart disease risk. Atherosclerosis 1999;142: 403-7.
12. Wedzicha JA, Seemungal TA, MacCallum PK, Paul EA, Donaldson GC, Bhowmik A,
et al. Acute exacerbations of chronic obstructive pulmonary disease are accompanied
by elevations of plasma fibrinogen and serum IL-6 levels. Thromb Haemost 2000;
84:210-5.
13. Fowkes FG, Anandan CL, Lee AJ, Smith FB, Tzoulaki I, Rumley A, et al. Reduced lung
function in patients with abdominal aortic aneurysm is associated with activation of
inflammation and hemostasis, not smoking or cardiovascular disease. J Vasc Surg
2006;43:474-80.
14. Hurst JR, Donaldson GC, Perera WR, Wilkinson TM, Bilello JA, Hagan GW, et al. Use
of plasma biomarkers at exacerbation of chronic obstructive pulmonary disease. Am J
Respir Crit Care Med 2006;174:867-74.
15. Joppa P, Petrasova D, Stancak B, Tkacova R. Systemic inflammation in patients with
COPD and pulmonary hypertension. Chest 2006;130:326-33.
16. Terashima T, Klut ME, English D, Hards J, Hogg JC, van Eeden SF. Chronic cigarette
smoking causes sequestration of polymorphonuclear leukocytes released from the
bone marrow in pulmonary capillaries. Am J Respir Cell Mol Biol 1998;20;171-7.
17. Goto Y, Hogg JC, Whalen B, Shih C-H, Ishii H, van Eeden SF. Monocyte recruitment
into the lungs in pneumococcal pneumonia. Am J Respir Cell Mol Biol 2004;30:620-6.
18. Shapiro SD. The macrophage in chronic obstructive pulmonary disease. Am J Respir
Crit Care Med 1999;160:S29-32.
19. Francia DM, Barbier D, Mege JL, Orehek J. Tumor necrosis factor- levels and weight
loss in chronic obstructive pulmonary disease. Am J Respir Crit Care Med
1994;150:1453-5.
12
20. Schols AM, Buurman WA, Brekel AJ, Dentener MA, Wouters EFM. Evidence for the
relation between metabolic derangements and increased levels of inflammatory
mediators in a subgroup of patients with COPD. Thorax 1996;51:819-24.
21. Eeden SF, Yeung A, Quinlam K, Hogg JC. Systemic response to ambient particulate
matter: relevance to chronic obstructive pulmonary disease. Proc Am Thorac Soc
2005;2:61-7.
22. Terashima T, English D, Hogg JC, Eeden SF. The release of polymorphonuclear
leukocyte from the bone marrow by interleukin 8. Blood 1998;92:1062-9.
23. Suwa T, Hogg JC, Englis D, Eeden SF. Interleukin-6 induced neutrophilia: contribution
of bone marrow release and demargination of intravascular neutrophils. Am J Physiol
2000;279:2954-60.
24. Eeden SF, Kitagawa Y, Sat Y, Hogg JC. Polymorphonuclear leukocytes released from
the bone marrow and acute lung injury. Chest 1999;116:S43-6.
25. Topham MK, Carveth HJ, McIntyre TM, Prescott SM, Zimmerman GA. Human
endothelial cells regulate polymorphonuclear leukocyte degranulation. FASEB J
1998;12: 733-46.
26. Ridker PM. Evaluating novel cardiovascular risk factors: can we better predict heart
attacks? Ann Intern Med 1999;130:933-7.
27. Dentener MA, Creutzberg EC, Schols AM, Mantovani A, van’t Veer C, Buurman WA,
et al. Systemic anti-inflammatory mediators in COPD: increase in soluble interleukin 1
receptor II during treatment of exacerbations. Thorax 2001;56: 721-6.
28. Terashima T, Wiggs B, English D, Hogg JC, Eeden SF. Phagocytosis of small carbon
particles by alveolar macrophages stimulates the release of PMN from the bone
marrow. Am J Respir Crit Care Med 1997;155:1441-7.
29. Takizawa H, Tanaka M, Takami K, Ohtoshi T, Ito K, Satoh M, et al. Increased
expression of transforming growth factor-1 in small airway epithelium from tobacco
smokers and patients with chronic obstructive pulmonary disease (COPD). Am J
Respir Crit Care Med 2001;163:1476-83.
30. Suwa T, Hogg JC, Quinlan KB, Ohgami A, Vincent R, van Eeden SF. Particulate air
pollution induces progression of atherosclerosis. J Am Coll Cardiol 2002;39:935-42.
31. Cybulsky MI, Iiyama K, Li H, Zhu S, Chen M, Iiyama M,et al. A major role for VCAM-1,
but not ICAM-1, in early atherosclerosis. J Clin Invest 2001;107:1255-62.
32. Sin DD, Wu L, Man SF. The relationship between reduced lung function and
cardiovascular mortality: a population-based study and a systematic review of the
literature. Chest 2005;127:1952-9.
33. Anthonisen NR, Connett JE, Kiley JP, Altose MD, Bailey WC, Buist AS, et al. Effects of
smoking intervention and the use of an inhaled anticholinergic bronchodilator on the
rate of decline of FEV1 . The Lung Health Study. JAMA 1994;272:1497-505.
34. Wise RA, McGarvey LP, John M, Anderson JA, Zvarich MT. Reliability of causespecific
mortality adjudication in COPD clinical trial. Proc Am Thorac Soc 2006;3:A120.
35. Sin DD, Man SF. Chronic obstructive pulmonary disease: a novel risk factor for
cardiovascular disease. Can J Physiol Pharmacol 2005;83:8-13.
13

No comments:

Post a Comment