Friday, April 18, 2014

COPD: LATIHAN ENDURANCE MENINGKATKAN KUALITAS HIDUP LEBIH BAIK DARI PADA LATIHAN PERNAFASAN PADA PASIEN PPOK DI BP4 YOGYAKARTA

ISSN : 2302-688X Sport and Fitness Journal
Volume 1, No. 1 : 20 – 32, Juni 2013
20

Oleh: Siti Khotimah
Program Studi Magister Fisiologi Olahraga Universitas Udayana

ABSTRAK

     Kualitas hidup adalah keadaan individu dalam lingkup kemampuan, keterbatasan, gejala dan sifat psikososial untuk berfungsi dalam berbagai peran yang diinginkan dalam masyarakat dan merasa puas akan peran tersebut. Kualitas hidup pasien PPOK amat penting dinilai karena berhubungan langsung dengan gejala yang dialami. Pada pasien PPOK terjadi peningkatan beban kerja pernapasan yang menimbulkan sesak napas sehingga pasien mengalami penurunan kualitas hidupnya. Terdapat teori adanya pengaruh latihan pernapasan dan latihan endurance terhadap peningkatan kualitas hidup.
Penelitian dilakukan dengan tujuan untuk membuktikan peranan latihan endurance meningkatkan kualitas hidup pasien PPOK lebih baik daripada latihan pernapasan. Penelitian eksperimental kuasi dengan rancangan pre-test dan post-test control group design. Penelitian dilaksanakan di BP4 Yogyakarta dengan sampel 22 pasien PPOK yang mengalami penurunan kualitas hidup. Kualitas hidup pada pasien PPOK diukur dengan kuesioner SGRQ. Jumlah subyek penelitian dikelompokkan secara random dalam dua kelompok. Kelompok satu diberikan perlakuan latihan pernapasan tiga kali dalam satu minggu. Kelompok dua diberikan perlakuan latihan endurance dengan menggunakan ergocycle tiga kali dalam seminggu. Penelitian dilakukan selama 12 minggu. Data berupa nilai total SGRQ diambil sebelum dan sesudah perlakuan. Semua data di analisis menggunakan SPSS versi 16. Hasil uji statistik didapatkan data berdistribusi normal dan homogen, terjadi penurunan nilai total SGRQ yang bermakna pada latihan pernapasan dan latihan endurance dengan nilai p = 0,000 (p < 0,05). Ini berarti bahwa latihan pernapasan dan latihan endurance sama sama dapat meningkatkan kualitas hidup secara bermakna. Rerata nilai total SGRQ sesudah perlakuan pada kelompok satu dan kelompok dua berbeda bermakna dimana nilai p < 0,05 yaitu p = 0,000, penurunan nilai total SGRQ kelompok dua lebih besar dari pada kelompok satu. Ini berarti bahwa latihan endurance meningkatkan kualitas hidup lebih baik dibandingkan latihan pernapasan pada pasien PPOK di BP4 Yogyakarta. Untuk itu diharapkan latihan endurance dapat digunakan pada pasien PPOK yang mengalami gangguan penurunan kualitas hidup.

Kata kunci : Latihan pernapasan, latihan endurance, SGRQ, kualitas hidup

ENDURANCE EXERCISE IMPROVES QUALITY OF LIFE BETTER THAN BREATHING
EXERCISE FOR PATIENT WITH COPD IN BP4 YOGYAKARTA
By: Siti Khotimah
Program Magister of Sport Physiology Udayana University

ABSTRACT
Quality of life is an individual state within the scope of capabilities, limitations, symptoms, and psychosocial natures to function in the desired range of roles in society and feel satisfied with that role. Quality of life of COPD patient’s considered very important because it relates directly to the symptoms experienced. In COPD patients increased work causes shortness of breath so that the patients had decreased quality of life. There has been indication that endurance exercise and breathing exercise improve quality of life in COPD patient. This study was aimed at testing endurance exercise in improving the quality of life of COPD patients. The study is a quasi experiment with pre-test and post-test control group design. The experiment was conducted in BP4 Yogyakarta. The number of samples was 22 patients with COPD who experienced of reducing quality of life. Quality of life in COPD patients measured by SGRQ questionnaires. The number of study subjects were then grouped at random into two groups. Control group one was given diaphragmatic breathing exercise and pursed lip breathing three times a week. Treatment group two was given endurance exercise three times a week. The study was conducted for 12 weeks. SGRQ total value of the data was measured before and after treatment. All data in the analysis using SPSS version 16. Data are destributed normal and homogen, a decrease in the total SGRQ meaningful on breathing exercises and endurance training with a value of p = 0.000 (p <0.05). This mean that breathing exercises and endurance exercises at same time can significantly improve the quality of life. The mean total SGRQ values after treatment in group one and group two significantly different, where the value of p <0.05, namely p = 0.000, a decrease of group two’s SGRQ total value greater than group one. This means that endurance exercise improves quality of life better than breathing exercises in COPD patients in BP4 Yogyakarta. It is expected to use endurance exercises in patients with COPD who experience mental decline in quality of life.

Keywords: Breathing exercises, endurance exercises, SGRQ, quality of life

PENDAHULUAN
    Tingkat kesejahteraan di Indonesia berubah, sehingga pola penyakit saat ini telah mengalami transisi epidemiologi yang ditandai dengan beralihnya penyebab kematian yang semula didominasi oleh penyakit menular bergeser ke penyakit tidak menular (noncommunicable disease). Hasil Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) tahun 1997 dan Survei Kesehatan Nasional Tahun 2000, dimana penyebab kematian tertinggi diantara orang dewasa adalah penyakit kardiovaskuler. Perubahan pola penyakit tersebut sangat dipengaruhi oleh keadaan demografi, sosial ekonomi, dan sosial budaya. Kecenderungan perubahan ini menjadi salah satu tantangan dalam pembangunan bidang kesehatan.1
Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) merupakan salah satu dari kelompok penyakit tidak menular yang telah menjadi masalah kesehatan masyarakat di Indonesia. Hal ini disebabkan oleh meningkatnya usia harapan hidup dan semakin tingginya pajanan faktor risiko, seperti faktor pejamu semakin banyaknya jumlah perokok khususnya pada kelompok usia muda, serta pencemaran udara di dalam ruangan maupun di luar ruangan dan di tempat kerja.2
     Penyakit Paru Obstruktif Kronik merupakan penyakit pernafasan yang prevalensi, tingkat morbiditas dan mortalitasnya meningkat dari tahun ke tahun. Angka kejadian PPOK di Indonesia diperkirakan mencapai 4,8 juta penderita dengan prevalensi 5,6 persen. Jumlah kasus PPOK di BP4 Yogyakarta tahun 2007 dari 10 besar penyakit untuk pasien rawat jalan, PPOK menempati urutan ke 8 dengan 1401 kasus, dan rawat inap menempati uratan ke 5 dengan 51 kasus, sedangkan untuk tahun 2010 pasien rawat jalan menempati ururtan ke 6 dengan jumlah kasus 646 pasien dan pasien rawat inap menempati urutan ke 3 dengan 92 pasien (Laporan tahunan BP4 Yogyakarta). Menurut data Badan Kesehatan Dunia (WHO) tahun 2002 bahwa pada tahun 1990 PPOK menempati urutan ke-6 sebagai penyebab utama kematian di dunia, sedangkan pada tahun 2002 telah menempati urutan ke-3. PPOK di Indonesia menempati urutan ke-5 sebagai penyakit yang menyebabkan kematian.3 Gejala klinis PPOK antara lain batuk, produksi sputum, sesak nafas dan keterbatasan aktivitas. Ketidakmampuan beraktivitas pada pasien PPOK terjadi bukan hanya akibat dari adanya kelainan obstruksi saluran nafas pada parunya saja tetapi juga akibat pengaruh beberapa faktor, salah satunya adalah penurunan fungsi otot skeletal. Adanya disfungsi otot skeletal dapat menyebabkan penurunan kualitas hidup penderita karena akan membatasi kapasitas latihan dari pasien PPOK. Penurunan aktivitas pada kehidupan sehari hari akibat sesak nafas yang dialami pasien PPOK akan mengakibatkan makin memperburuk kondisi tubuhnya.4
       Faktor patofisiologi yang diperkirakan berkontribusi dalam kualitas dan intensitas sesak nafas saat melakukan aktivitas pada PPOK antara lain kemampuan mekanis (elastisitas dan reaktif) dari otot otot inspirasi, meningkatnya mekanis (volume) restriksi selama beraktivitas, lemahnya fungsi otot-otot inspirasi, meningkatnya kebutuhan ventilasi relatif terhadap kemampuannya, gangguan pertukaran gas, kompresi jalan nafas dinamis dan faktor kardiovaskuler. Oleh karena itu pasien PPOK cenderung menghindari aktivitas fisik sehingga pasien mengurangi aktivitas sehari hari menyebabkan immobilisasi, hubungan pasien dengan lingkungan dan sosial menurun sehingga kualitas hidup menurun.4
     Kualitas hidup adalah kemampuan individu untuk berfungsi dalam berbagai peran yang diinginkan dalam masyarakat serta merasa puas dengan peran tersebut.5 Kualitas hidup penderita PPOK merupakan ukuran penting karena berhubungan dengan keadaan sesak yang akan menyulitkan penderita melakukan aktivitas kehidupan sehari-hari atau terganggu status fungsionalnya seperti merawat diri, mobilitas, makan, berpakaian dan aktivitas rumah tangga.
       Peran fisioterapi dalam mengatasi penurunan kualitas hidup pasien PPOK dapat dilakukan dengan berbagai cara melalui program rehabilitasi paru pada penderita PPOK. Rehabilitasi paru pada penderita PPOK merupakan pengobatan standar yang bertujuan untuk mengontrol, mengurangi gejala dan meningkatkan kapasitas fungsional secara optimal sehingga pasien dapat hidup mandiri dan berguna bagi masyarakat.5
         Untuk memperbaiki ventilasi dan mensinkronkan kerja otot abdomen dan thoraks dengan tehnik latihan yang meliputi latihan pernafasan diafragma dan pursed lips breathing.
Tujuan latihan pernafasan pada pasien PPOK adalah untuk mengatur frekuensi dan pola pernafasan sehingga mengurangi air trapping, memperbaiki fungsi diafragma, memperbaiki ventilasi alveoli untuk memperbaiki pertukaran gas tanpa meningkatkan kerja pernafasan, memperbaiki mobilitas sangkar thorax, mengatur dan mengkoordinasi kecepatan pernafasan sehingga bernafas lebih efektif dan mengurangi kerja pernafasan sehingga sesak nafas berkurang dan mengakibatkan kualitas hidupnya meningkat.6
      Latihan endurance bertujuan untuk memperbaiki efisiensi & kapasitas sistem transportasi oksigen. Efek latihan endurance selain terjadi pembesaran serabut otot, juga terjadi pembesaran mitocondria yang akan meningkatkan sumber energi kerja otot, sehingga otot tidak mudah lelah. Ini sesuai dengan kebutuhan pasien PPOK yang kecenderungannya akan cepat lelah sehingga menimbulkan sesak yang berakibat mengurangi aktivitas hidupnya.7
          Selama ini tindakan Fisioterapi di rumah sakit atau di klinik pada pasien PPOK diberikan chest fisioterapi konvensional sehingga kemampuan pasien dalam meningkatkan kualitas hidupnya masih belum maksimal, maka kiranya perlu dilakukan penelitian tentang hal ini.
Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah : Apakah latihan endurance meningkatkan kualitas hidup lebih baik daripada latihan pernafasan pada pasien PPOK di BP4 Yogyakarta?
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui latihan endurance meningkatkan kualitas hidup lebih baik daripada latihan pernafasan pada pasien PPOK di BP4 Yogyakarta.
Manfaat yang dapat diambil pada penelitian ini adalah untuk
(1) Memberikan wawasan ilmiah tentang penanganan PPOK.
(2) Memberikan bukti empiris dan teori tentang peningkatan kualitas hidup dan penanganan apa saja yang lebih berpengaruh pada kondisi ini sehingga dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari.
(3) Dapat mengungkapkan seberapa pengaruh latihan pernapasan dan latihan endurance dalam meningkatkan kualitas hidup pasien PPOK sehingga dapat diambil langkahlangkah yang lebik spesifik dan efisien dalam meningkatkan kualitas hidup pasien PPOK.
(4) Dapat dipakai sebagai acuan untuk penelitian
peningkatan kualitas hidup pada kasus kardiorespirasi yang lain.

MATERI DAN METODE
A. Ruang Lingkup Penelitian
Penelitian dilaksanakan di BP4 Yogyakarta. Penelitian dilakukan pada bulan Januari sampai Mei 2012. Penelitian ini bersifat quasi eksperimental dengan menggunakan rancangan penelitian pre-test dan post-test control group design.8 Penelitian ini dilakukan untuk melihat pengaruh pemberian latihan pernafasan dan latihan endurance terhadap peningkatan kualitas hidup pasien PPOK. Nilai peningkatan kualitas hidup diukur dan dievaluasi dengan kuesioner SGRQ (St George’s Respiratory Questionnaire).9
B. Populasi dan Sampel
Populasi dalam penelitian ini adalah sejumlah pasien PPOK yang bersedia ikut dalam program penelitian di BP 4 Yogyakarta. Pengambilan sampel diambil secara randomisasi sesuai dengan kriteria yang ditetapkan peneliti hingga jumlahnya memenuhi yang ditargetkan. Sampel dalam penelitian ini adalah pasien PPOK yang bersedia ikut dalam program penelitian di BP 4 Yogyakarta yang memenuhi kriteria inklusi dan ekslusi. Subjek penelitian berdasarkan rumus Pocock berjumlah 22 orang, yang dibagi menjadi dua kelompok yaitu kelompok perlakuan I dan kelompok perlakuan II, masing masing terdiri dari 11 orang.8 
Kelompok perlakuan I 
Kelompok perlakuan I diberikan latihan pernafasan dengan latihan pernafasan diafragma dan Pursed Lips Breathing selama 12 minggu tanpa menggunakan beban waktu 30 menit, 3 repetisi untuk latihan pernapasan diafragma dan 3 repetisi untuk pursed lips breathing dengan frekuensi 3x seminggu.

Kelompok perlakuan II
Kelompok perlakuan II diberikan latihan endurance dengan menggunakan ergocycle yang diatur dengan protocol YMCA sebagai berikut : untuk pemanasan pasien mengayuh sepeda 32 putaran per menit (RPM) selama 3 menit. Setelah tiga menit, HR di monitor ergocycle atau di alat pulsemeter dilihat dan dicatat. Setelah pemanasan kemudian latihan inti ada tiga tahapan, jika pada tahap pertama sudah mencapai 70% - 80% HR maksimal maka latihan dihentikan. Pada saat pemulihan ada dua cara yaitu dapat dilakukan dengan mengayuh sepeda atau tidak. Jika dengan mengayuh sepeda maka waktu yang dibutuhkan selama tiga menit, jika tidak mengayuh sepeda maka waktu yang dibutuhkan selama lima menit, dicatat HR yang diperoleh, selama 12 minggu dengan frekuensi 3x seminggu.
C. Cara Pengumpulan Data
Sebelum diberikan perlakuan baik kelompok perlakuan I maupun kelompok perlakuan II dilakukan pengukuran kuesioner SGRQ untuk mengetahui nilai total SGRQ (nilai total SGRQ sebelum perlakuan) dan satu minggu setelah selesai perlakuan dilakukan pengukuran kuesioner SGRQ (nilai total SGRQ setelah perlakuan).
Prosedur Pengukuran Kualitas Hidup
Untuk mengukur kualitas hidup penderita PPOK dengan menggunakan SGRQ yang terdiri dari 17 butir pertanyaan dibagi 3 komponen utama yaitu gejala penyakit (symptoms) yang berhubungan dengan gejala pada saluran nafas, frekuensi dan tingkat keparahan gejala tersebut terdapat pada pertanyaan nomor 1-8, aktivitas (activity) yang berhubungan dengan aktivitas yang menyebabkan sesak nafas atau dihambat oleh sesak nafas terdapat dalam pertanyaan nomor 11 dan nomor 15, dan dampak (impacts) yang meliputi suatu rangkaian aspek yang berhubungan dengan fungsi sosial dan gangguan psikologis akibat penyakit jalan nafas terdapat pada pertanyaan nomor 9 sampai nomor 10, nomor 12 sampai nomor 14, nomor 16 sampai nomor 17. Setiap jawaban kuesioner mempunyai bobot yang diambil secara empiris tiap komponen bobot untuk jawaban dijumlahkan. Bobot paling kecil nilainya 0, sedangkan bobot paling besar nilainya 100. (1) Untuk menghitung nilai total symptoms atau gejala adalah jumlah semua nilai symptoms dibagi dengan 662,5 dikalikan 100%. (2) Untuk menghitung nilai total impacts atau dampak adalah jumlah semua nilai impacts atau dampak dibagi dengan 2117,8 dikalikan 100%. (3) Untuk menghitung nilai total activity atau aktivitas adalah jumlah semua nilai activity atau aktivitas dibagi dengan 1209,1 dikalikan 100%. (4) Untuk menghitung nilai total SGRQ adalah jumlah dari ketiga komponen tersebut dibagi dengan 3989,4 dikalikan 100%. Semua hasil dinyatakan dalam %.9
D. Analisis Data
Data yang diperoleh dianalisa dengan SPSS For Window versi 16, langkahlangkah sebagai berikut :

  1. Statistik Diskriptif digunakan untuk menggambarkan karakteristik fisik sampel yang meliputi umur, BP, HR, RR, TB, BB, FEV1, FEV1/FVC, nilai total SGRQ yang datanya diambil sebelum tes awal dimulai.
  2. Uji normalitas data (nilai total SGRQ) dengan Saphiro Wilk Test
  3. Uji homogenitas data (nilai total SGRQ) dengan uji Levene’s test,
  4. Uji komparabilitas dilakukan dengan membandingkan data ( nilai total SGRQ) pre test pada kelompok perlakuan latihan pernafasan dan pre test pada kelompok perlakuan latihan endurance, untuk mengarahkan pada pilihan pengujian hipotesis independent.
  5. Untuk mengetahui peningkatan kualitas hidup pada kelompok perlakuan I dengan uji komparasi data SGRQ antara sebelum dan sesudah latihan pada kelompok perlakuan latihan pernapasan dan kelompok perlakuan latihan endurance diuji dengan statistik paired t-test of related. Karakteristik Subjek
  6. untuk mengetahui latihan endurance meningkatkan kualitas hidup lebih baik dari pada latihan pernafasan diuji dengan statistik Independent Sample ttest.
Rentangan Rerata±SB
KLP 1(n=11) KLP 2 (n=11)
Umur (th)
BP (mmHg)
DN (x/mnt)
RR (x/mnt)
BB (kg)
50-60
1110-140/80-90
76-100
20-24
33-74
58,09±2,63
127,27/84,55±1
1,04/5,22
83,82±4,24
22,73±1,62
48,82 ±8,28
57,27±3,64
129,09/84,55
±7,01/5,22
88,36±6,31
22,91±1,64
50,23±11,31
TB (cm) 148-165 155,73 ±3,64 155,18±4,97
FEV1
FEV1/FVC
total SGRQ
50-58
63-70
56-90
53,27±3,50
67,73±1,35
75,73±10,60
53,36±2,42
68,00±1,90
71,28±9,75
ISSN : 2302-688X Sport and Fitness Journal
Volume 1, No. 1 : 20 – 32, Juni 2013
26

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Tabel 1
Karakteristik pasien Sampel penelitian berjumlah 22 pasien PPOK yang berasal dari pasien rawat jalan dan rawat inap di BP4 Yogyakarta, tahun 2012. Umur subjek yang terlibat dalam penelitian ini, pada kelompok perlakuan latihan pernapasan berkisar antara 52-60 tahun dengan rerata 58,09±2,63 tahun. Pada kelompok latihan endurance berkisar antara 50-60 tahun dengan rerata 57,27±3,64 tahun, data statistik ini menunjukkan bahwa semua subyek tergolong dalam subyek yang mengalami penurunan daya tahan kardiorespirasi. Dikatakan demikian karena daya tahan kardiorespirasi meningkat dari masa kanak kanak dan mencapai puncaknya pada usia 20-30 tahun, sesudah usia ini daya tahan kardiorespirasi akan menurun.
    Penurunan ini terjadi karena paru, jantung, dan pembuluh darah mulai menurun fungsinya. Kecuraman penurunan dapat dikurangi dengan melakukan latihan endurance secara teratur. Kondisi yang hampir sama juga dilaporkan oleh beberapa peneliti yaitu (a) Madina (2007) mendapatkan umur 25 pasien PPOK (28,4%) adalah 50-60 tahun;10 (b) Rahmatika (2009) mendapatkan umur pasien PPOK di RSUD Aceh Tamiang dari Januari-Mei 2009 tertinggi pada usia 60 tahun (57,6%).11
Dari jenis kelamin 15 orang (68,2%) berjenis kelamin laki – laki dan 7orang (31,8%) berjenis kelamin perempuan.
     Pengukuran FEV1 dan FEV1/FVC dilakukan untuk mengetahui dan menentukan derajat obstruksi pada masing masing subyek dengan menggunakan tes spirometri. Untuk mengetahui diagnosis PPOK apabila FEV1 < 80% dan FEV1/FVC < 70%. Untuk mengetahui derajat PPOK sedang apabila FEV1/FVC < 70% dan 50% ≤ FEV1 < 80%. Hasil pemeriksaan spirometri pada penelitian ini berdasarkan GOLD semua kelompok perlakuan latihan pernapasan dan kelompok perlakuan latihan endurance termasuk PPOK sedang karena FEV1/FVC < 70 % dan 50% < FEV1 < 80% prediksi.12
Hal ini sesuai dengan kriteria inklusi dalam penelitian ini. Semakin meningkatnya usia maka akan terjadi penurunan nilai rata rata FEV1 dan FVC. Semakin lanjut usia seseorang otot otot pernapasan semakin lemah.
     Perkembangan jaringan paru dan kekuatan dari sistem muskuloskeletal pada rongga dada berperan terhadap besarnya nilai FEV1 dan FVC.13
Dari data diatas jelas bahwa rata rata nilai total SGRQ baik kelompok latihan pernapasan maupun kelompok latihan endurance tinggi yang berarti kualitas hidupnya jelek sehingga membutuhkan upaya untuk peningkatan.
Distribusi dan Varians Hasil Nilai Total
SGRQ
Tabel 2
Hasil Uji Normalitas dan Homogenitas 
Data Nilai Total SGRQ
Sebelum dan Sesudah Perlakuan
Nilai Total
SGRQ
P. Uji Normalitas
(Saphiro Wilk- Test)
P. Homogenitas
(Levene Test)
Kelompok
1
Kelompok
2
Sebelum perlakuan 0,237
0,787 0,458
Sesudah perlakuan 0,316
0,972
Berdasarkan uji normalitas dengan Shapiro-Wilk Test dan uji homogenitas dengan Levene Test data nilai total SGRQ sebelum dan sesudah perlakuan, menunjukkan nilai p untuk ke dua data tersebut lebih besar dari 0,05 (p > 0,05). Dengan demikan data hasil nilai total SGRQ sebelum dan sesudah perlakuan pada ke dua kelompok, berdistribusi normal dan homogen sehingga uji selanjutnya digunakan uji parametrik.14
Komparabilitas Hasil Nilai Total SGRQ Sebelum Pelatihan
Tabel 3
Rerata nilai total SGRQ Sebelum Perlakuan Pada Ke Dua Kelompok
Kelompok Subjek N Rerata±SB t p
Perlakuan latihan pernapasan
1
1
75,69±10,60
-1,1015 0,322
Perlakuan latihan ergocycle
1
1
71,28±9,75
Hasil uji statistik menunjukkan nilai p untuk hasil nilai total SGRQ sebelum perlakuan di antara kedua kelompok perlakuan lebih besar dari 0,05 (p > 0,05) tercantum pada Tabel 3.
Hal ini berarti rerata hasil nilai total SGRQ sebelum perlakuan di antara ke dua kelompok perlakuan tidak berbeda bermakna. Dengan demikian hasil nilai total SGRQ sebelum perlakuan di antara kelompok latihan pernapasan dan kelompok latihan endurance adalah sama.
Tabel 4
Uji Beda Rerata Penurunan nilai total SGRQ
Awal dan Akhir Perlakuan
Kelompok
Rerata nilai total SGRQ
±SB
Be
Sebelu da t P
m
Perlaku
an
Sesudah
Perlakuan
Perlakuan
latihan
pernapasan
75,73±1
0,60
64,09±9,92
11,
64
6,81
5
0,0
00
Perlakuan latihan endurance
71,28±9
,75
40,64±10,74
30,
64
10,3
9
0,0
00
ISSN : 2302-688X Sport and Fitness Journal
Volume 1, No. 1 : 20 – 32, Juni 2013
28
Tabel 4 menunjukkan beda rerata penurunan nilai total SGRQ sesudah pelatihan pada masing-masing kelompok memiliki nilai p lebih kecil dari 0,05 (p < 0,05). Hal ini berarti bahwa Ho ditolak, sehingga dapat disimpulkan bahwa pada masing-masing kelompok terjadi peningkatan kualitas hidup sebelum dan sesudah perlakuan secara bermakna. Dengan demikian latihan pernapasan dan latihan endurance dapat meningkatkan kualitas hidup.
      Efek Latihan Pernapasan Dan Latihan Endurance Terhadap Peningkatan Kualitas Hidup
Berdasarkan kajian teori, pasien PPOK mengalami penurunan kapasitas angkut oksigen darah arteri, kelemahan dari otot bantu napas, cardiac output yang rendah, deconditioning serta adanya gangguan ventilasi dan perfusi sehingga beban kerja pernapasan meningkat.
     Disamping itu kebutuhan oksigen pada pasien PPOK tinggi, sehingga apabila terjadi kekurangan pada ambilan oksigen maka akan terjadi juga peningkatan beban kerja pernapasan. Latihan pernapasan dan latihan endurance dengan ergocycle sama sama mempunyai pengaruh peningkatan dalam ambilan oksigen maksimal dan peningkatan volume tidal serta penurunan frekuensi pernafasan sehingga otot pernafasan lebih efektif dan terjadi penurunan beban kerja pernafasan karena tidak banyak energi yang terbuang maka pasien tidak mudah lelah sehingga dapat melakukan aktivitas sehari hari dan kualitas hidupnya dapat meningkat.3,5
     Latihan endurance diharapkan dapat meningkatkan ketahanan, menurunkan ventilasi dan sesak nafas selama aktivitas serta dapat meningkatkan kemampuan tubuh untuk menghantarkan lebih banyak oksigen menuju otot, hal ini dapat terjadi karena adanya perubahan yang terjadi pada otot dan sistem kardiovaskuler. Hal ini akan mengakibatkan cardiac output dan stroke volume menjadi meningkat serta denyut nadi istirahat menjadi turun sehingga terjadi peningkatan efisiensi kerja jantung dan pasien dapat melakukan aktivitas sehari hari dan kualitas hidupnya meningkat.15
     Tujuan latihan pernafasan pada pasien PPOK adalah untuk mengatur frekuensi dan pola pernafasan sehingga mengurangi air trapping, memperbaiki fungsi diafragma, memperbaiki ventilasi alveoli untuk memperbaiki pertukaran gas tanpa meningkatkan kerja pernafasan, memperbaiki mobilitas sangkar thorax, mengatur dan mengkoordinasi kecepatan pernafasan sehingga bernafas lebih efektif dan mengurangi kerja pernafasan sehingga sesak nafas berkurang dan mengakibatkan kualitas hidupnya meningkat.6,16

Efektifitas Latihan Pernapasan dibandingkan Latihan Endurance terhadap Peningkatan Kualitas Hidup
Untuk mengetahui perbandingan dari efek ke dua perlakuan dapat dilihat melalui uji t - tidak berpasangan (t-independent test). Berdasarkan uji t - tidak berpasangan (Tabel 5) menunjukkan bahwa rerata nilai total SGRQ sesudah perlakuan di antara kelompok latihan pernapasan dan latihan endurance berbeda bermakna dimana nilai p lebih kecil dari 0,05 (p < 0,05) yaitu p = 0,000 dimana penurunan nilai total SGRQ kelompok dua lebih besar dari kelompok satu. Dengan demikian hipotesisnya terbukti yakni latihan endurance meningkatkan kualitas hidup lebih baik dibandingkan latihan pernapasan pada pasien PPOK di BP4 Yogyakarta.
Tabel 5
Rerata Penurunan Nilai Total SGRQ Sesudah Perlakuan Pasien PPOK Kelompok N (orang)
Rerata
Sesudah±SB
t p
Perlakuan
latihan
pernapasan
11 64,09±9,92
5,321 0,000
Perlakuan
latihan
endurance
11 40,64±10,74
Untuk mengetahui gambaran peningkatan kualitas hidup, hasil perlakuan latihan pernapasan dan latihan endurance dapat dilihat dari penurunan nilai total SGRQ , yang disajikan pada Grafik 1.
Grafik 1
Rerata Hasil nilai total SGRQ Awal
(Sebelum) dan Akhir (Sesudah)
Berdasarkan Grafik 1 dapat dilihat bahwa ada perbedaan penurunan nilai total SGRQ pada ke dua kelompok perlakuan. Rerata penurunan nilai total SGRQ pada kelompok-2 lebih besar 19 point daripada kelompok-1. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa ada perbedaan penurunan nilai total SGRQ yang bermakna antara kelompok I dan II, dimana kelompok perlakuan II meningkatkan kualitas hidup lebih baik daripada kelompok perlakuan I.

SIMPULAN DAN SARAN
Berdasarkan hasil analisis data dan pembahasan maka dapat disimpulkan bahwa latihan endurance meningkatkan kualitas hidup lebih baik dari pada latihan pernapasan pada pasien PPOK di BP4 Yogyakarta. Oleh karena itu peneliti menyarankan (1) Latihan pernapasan dan latihan endurance dapat digunakan pada pasien PPOK yang mengalami gangguan penurunan kualitas hidup, (2) Dilakukan penelitian lanjutan untuk mengetahui
0
10
20
30
40
50
60
70
80
Klp I Klp II
Tes
awal
ISSN : 2302-688X Sport and Fitness Journal
Volume 1, No. 1 : 20 – 32, Juni 2013
30
peningkatan kualitas hidup pasien PPOK dengan jangka panjang dan sampel yang lebih besar mengingat prevalensi dan mortalitinya akan terus meningkat pada dekade mendatang dan penurunan fungsi paru pada PPOK lebih progresif dibandingkan paru normal pertahunnya, (3) Dapat dilakukan karantina pada penelitian
selanjutnya untuk mendapatkan hasil yang lebih baik dan lebih akurat dan (4) Dapat dilakukan penelitian lanjutan dengan menggunakan perlakuan latihan aerobik.

DAFTAR PUSTAKA

  1. Sugiono. 2010. Pengaruh Kombinasi Tindakan Fisioterapi Dada dan Olahraga Ringan Terhadap Faal Paru,Kapasitas Fungsional dan Kualitas Hidup Penderita PPOK.(tesis). Medan: Universitas Sumatera Utara. Available from: URL: http://repository.usu.ac.id/123456789/20847/ chapterII.pdf. diakses tanggal 22 November 2011.
  2. PDPI. 2003 .Konsensus PPOK. Available at: URL:http: www.klikpdpi.com/konsensus/konsensus-ppok/ppok.pdf. diakses tanggal 1 November 2011 pursed-lipbreathing. html diakses tanggal 11 November 2011.
  3. Ichwan. 2009. ”Studi Deskriptif Gambaran Hasil Spirometri pada Pasien Pasien PPOK di RSUP DR.Wahidin Sudirohusodo Makasar”(tesis). Makasar: Universitas Hasanudin. Available from: URL:http://bahankuliahkedokteran.blogspot.com.diakses tanggal 23 Oktober 2011.
  4. Celli, B. R. MacNee, W. Agusti, A dan Anzueto, A. 2004. Standards for the Diagnosis and Treatment of Patients with Chronic Obstructive Pulmonary Disease. American Thoracic Society dan European Respiratory Society. New York.
  5. Ikalius, Yunus, F. Suradi, Rahma, N dan Adiprayitno. 2006. “Perubahan Kualitas Hidup dan Kapasitas Fungsional pada Penderita PPOK Setelah Rehabilitasi Paru Dinilai dengan SGRQ dan Uji Jalan 6 Menit.”(tesis). Jakarta: Univesitas Indonesia. Available from: URL: http://www.pulmoISSN : 2302-688X Sport and Fitness Journal Volume 1, No. 1 : 20 – 32, Juni 2013 31 ui.com/tesis/Ikalius.pdf. diakses tanggal 4 November 2011.
  6. Basuki, N. 2008. Fisioterapi Kardiopulmonal. Politehnik Kesehatan Surakarta.
  7. Mador, J. M. 2004. Endurance and Strength Training in Patients With COPD. Available from: URL:http://chestjournal.chestpubs.org/site/misc/reprints.xhtml diakses tanggal 27 Juli 2011.
  8. Poccok, S.J. 2008. Clinical Trials A Practical Approach. New York: A Willey Medical Publication.
  9. Jones, P.W. 2008. St George’s Respiratory Questionnaire Manual. London: St George’s University oLondon.
  10. Madina, D. S. 2007. Nilai Kapasitas Vital Paru dan Hubungannya dengan Karakteristik Fisik Pada Atlet Berbagai Cabang Olahraga. Available from: URL: http://www.scribd.com/advenp/d/8918835-Nilai-Kapasitas-Vital-Paru diakses tanggal 20 Juli 2011
  11. Rahmatika, A. 2009. Karakteristik Penderita Penyakit Paru Obstruksi Kronik yang dirawat inap diRSUD Aceh Tamiang Tahun 2007-2008. Available from : URL://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/14686/1/10E00356.pdf. diakses tanggal 11 November 2011.
  12. GOLD. 2009. Guidelines Pocket Guide to COPD. Available at: URL: http://www.goldcopd.org/guidelinespocket-guide-to-copd diagnosis.html.diakses 1 Desember 2011.
  13. Virani, N. 2001. Pulmonary Function Studies in Healhy non Smoking Adults in Ashram. SA, Pondicherry. Indian J. Med Res 2001: 114.
  14. Dahlan, S.M. 2011. Statistik Untuk Kedokteran Dan Kesehatan. Jakarta: Salemba Medika.
  15. Abidin, A. Yunus, F. Wiyono, W. H dan Ratnawati, A. 2007. Manfaat Rehabilitasi Paru dalam Meningkatkan atau Mempertahankan KapasirasISSN : 2302-688X Sport and Fitness Journal volume 1, No. 1 : 20 – 32, Juni 2013Fungsional dan Kualitas Hidup Pasien PPOK di RSUP Persahabatan. J Respir Indo.29.
  16. Nala, N. 2011. Prinsip Pelatihan Fisik Olahraga. Denpasar: Udayana University Press

No comments:

Post a Comment